Rabu, 06 Maret 2013

Kalimantan Barat Kota Ku

Sejarah

Menurut kakawin Nagarakretagama, Kalimantan Barat menjadi taklukan Majapahit, bahkan sejak zaman Singhasari yang menamakannya Bakulapura atau Tanjungpura. Wilayah kekuasaan Tanjungpura membentang dari Tanjung Dato sampai Tanjung Sambar. Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah negara kerajaan induk: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin. Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin).Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana. Perbatasan di pedalaman, perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin) Menurut Hikayat Banjar (1663), negeri Sambas, Sukadana dan negeri-negeri di Balitang Lawai atau Batang Lawai (nama kuno sungai Kapuas) pernah menjadi taklukan Kerajaan Banjar atau pernah mengirim upeti sejak zaman Hindu, bahkan Raja Panembahan Sambas telah menghantarkan upeti berupa dua biji intan yang berukuran besar yang bernama Si Giwang dan Si Misim. Pada tahun 1604 pertama kalinya Belanda berdagang dengan Sukadana.) Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Panembahan Sambas menjadi daerah protektorat VOC Belanda. Walaupun belakangan negeri Sambas dibawah kekuasaan menantu Raja Panembahan Sambas yang merupakan seorang Pangeran dari Brunei, namun negeri Sambas tetap tidak termasuk dalam mandala negara Brunei. Sesuai perjanjian 20 Oktober 1756 VOC Belanda berjanji akan membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri diantaranya Sanggau, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi), sedangkan daerah-daerah lainnya merupakan milik Kesultanan Banten, kecuali Sambas. Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 negeri Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) diserahkan kepada VOC Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC Belanda selain daerah protektorat Sambas. Pada tahun itu pula Syarif Abdurrahman Alkadrie yang dahulu telah dilantik di Banjarmasin sebagai Pangeran yaitu Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam direstui oleh VOC Belanda sebagai Sultan Pontianak yang pertama dalam wilayah milik Belanda tersebut. Pada tahun 1789 Sultan Pontianak dibantu Kongsi Lan Fang diperintahkan VOC Belanda untuk menduduki negeri Mempawah dan kemudian menaklukan Sanggau. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam dari Banjar menyerahkan Jelai, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi) kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Tahun 1846 daerah koloni Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus sebagai Dependensi Borneo. Pantai barat Borneo terdiri atas asisten residen Sambas dan asisten residen Pontianak. Divisi Sambas meliputi daerah dari Tanjung Dato sampai muara sungai Doeri. Sedangkan divisi Pontianak yang berada di bawah asisten residen Pontianak meliputi distrik Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Simpang, Sukadana, Matan, Tayan, Meliau, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Sepapoe, Belitang, Silat, Salimbau, Piassa, Jongkong, Boenoet, Malor, Taman, Ketan, dan Poenan  Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, 14 daerah di wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. Pada 1855, negeri Sambas dimasukan ke dalam wilayah Hindia Belanda menjadi Karesidenan Sambas.
Menurut Hikayat Malaysia, Brunei, dan Singapore wilayah yang tidak bisa dikuasai dari kerajaan Hindu sampai kesultanan Islam di Kalimantan Barat adalah kebanyakan dari Kalimantan Barat seperti Negeri Sambas dan sekitarnya, dan menurut Negara Brunei Darussalam Hikayat Banjar adalah palsu dan bukan dibuat dari kesultanan Banjar sendiri melainkan dari tangan-tangan yang ingin merusak nama Kalimantan Barat dan disebarluaskan keseluruh Indonesia sampai saat ini, karena menurut penelitian para ahli psikolog di dunia Negeri Sambas tidak pernah kalah dan takluk dengan Negara manapun.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352, antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin dibagi atas 2 Residentir, salah satu diantaranya adalah Residentie Westerafdeeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh seorang Residen.
Pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tanggal 7 Desember 1956. Undang-undang tersebut juga menjadi dasar pembentukan dua provinsi lainnya di pulau terbesar di Nusantara itu. Kedua provinsi itu adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Kondisi Alam

Iklim di Kalimantan Barat beriklim tropik basah, curah hujan merata sepanjang tahun dengan puncak hujan terjadi pada bulan Januari dan Oktober suhu udara rata-rata antara 26,0 s/d 27,0 dan kelembaban rata-tara antara 80% s/d 90%.

Sosial Kemasyarakatan

Suku Bangsa

Menurut sensus tahun 1930 penduduk Kalimantan Barat Laut (Afdeeling Singkawang dan Afdeeling Pontianak, tidak termasuk afdeeling Ketapang dan afdeeling Sintang) terdiri atas: Dayak (43,02%), Melayu (29,74%), Banjar (1,06%), Bugis (9,85%), Jawa (2,99%), suku lainnya (0,47%), tidak diketahui (12,88%). Sukubangsa tahun 1930 di seluruh Kalbar pada keempat afdeeling yang dominan besar yaitu Dayak (40,4%), Melayu (27,7%), bumiputera lainnya (18,3%) dan Tionghoa (13%).
Komposisi Sukubangsa di Kalimantan Barat
Suku Bangsa Borneo Barat Laut 1930 Kalbar 2000 2010
Total 454,172 3.732.950 -
Rumpun Dayak 43,02% 33,75% -
Melayu 29,74% 33,75% -
Banjar 1,06% 0,66% -
Jawa 2,99% 9,41% -
Bugis 9,85% 3,20% -
Suku lainnya 0,47% 3,62% -
Rumpun Tionghoa 12,88% 10,41% -

Daftar suku-suku di Kalimantan Barat selengkapnya adalah:
  • Suku Dayak terdiri dari:
  1. Rumpun Kanayatn,
  2. Rumpun Ibanic,
  3. Rumpun Bidoih (Kidoh-Madeh),
  4. Rumpun Banuaka",
  5. Rumpun Kayaanic,
  6. Rumpun Uut Danum,
  • Kelompok Dayak yang mandiri atau tak mempunyai rumpun suku, terdiri atas:
  1. Suku Iban (Ibanic)
  2. Suku Bidayuh (Bidoih)
  3. Suku Seberuang (Ibanic)
  4. Suku Mualang (Ibanic)
  5. Suku Kanayatn
  6. Suku Mali
  7. Suku Benawas
  8. Suku Sekujam
  9. Suku Sekubang
  10. Suku Kantuk (Ibanic)
  11. Suku Lebang (Lebang Hilir dan Lebang Hulu , tersebar di kawasan Kelam, Dedai, dan Kayan Hilir )
  12. Suku Ketungau (Ibanic) ( Ketungau Asli daerah kapuas hulu, Ketungau sesat daerah kabupaten sekadau, Ketungau Banyor daerah Belitang.
  13. Suku Desa (Ibanic)
  14. Suku Hovongan (Kayanic)
  15. Suku Uheng Kereho (Kayanic)
  16. Suku Babak
  17. Suku Badat
  18. Suku Barai
  19. Suku Bugau (Ibanic)
  20. Suku Bukat (Kayanic)
  21. Suku Galik (Bidoih)
  22. Suku Gun (Bidoih)
  23. Suku Jangkang (Bidoih)
  24. Suku Kalis (Banuaka")
  25. Suku Kayan
  26. Suku Kayaan Mendalam (Kayaanic)
  27. Suku Kede (Ibanic)
  28. Suku Kerambai
  29. Suku Klemantan
  30. Suku Pos
  31. Suku Punti/Pontetn
  32. Suku Randuk
  33. Suku Ribun (Bidoih)
  34. Suku Cempedek
  35. Suku Dalam
  36. Suku Darok
  37. Suku Kopak
  38. Suku Koyon
  39. Suku Lara (Kanaykatn)
  40. Suku Senunang
  41. Suku Sisakng
  42. Suku Sintang
  43. Suku Suhaid (Ibanic)
  44. Suku Sungkung (Bidayuh)
  45. Suku Limbai
  46. Suku Mayau
  47. Suku Mentebak
  48. Suku Menyangka
  49. Suku Menyuke
  50. Suku Sanggau
  51. Suku Sani
  52. Suku Sekajang
  53. Suku Selayang
  54. Suku Selimpat
  55. Suku Dusun
  56. Suku Embaloh (Banuaka")
  57. Suku Empayeh
  58. Suku Engkarong
  59. Suku Ensanang
  60. Suku Menyanya
  61. Suku Merau
  62. Suku Muara
  63. Suku Muduh
  64. Suku Muluk
  65. Suku Ngabang
  66. Suku Ngalampan
  67. Suku Ngamukit
  68. Suku Nganayat
  69. Suku Panu
  70. Suku Pengkedang
  71. Suku Pompakng
  72. Suku Senangkan
  73. Suku Suruh
  74. Suku Tabuas
  75. Suku Taman
  76. Suku Tingui
  77. Rumpun Uut Danum di Kalimantan Barat: Dohoi, Cohie, Pangin, Limbai, Sebaung
  1. Suku Banjar
  2. Suku Pesaguan
  3. Suku Bugis
  4. Suku Sunda
  5. Suku Jawa
  6. Suku Madura
  7. Suku Minang
  8. Suku Batak
  • Tionghoa
  1. Hakka
  2. Tiochiu

Bahasa

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung, yaitu Bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka. Dialek yang di masksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot (Melahui).
Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh dikatakan berdiri sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak lainnya. Dialeknya justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri. Seperti pada bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja terdiri dari minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang paling kasar. Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk yang lebih tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan Macuh (untuk arwah orang mati).
Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahasa Melayu Sarawak, Melayu Malaysia dan Melayu Riau.

Agama

Mayoritas penduduk Kalimantan Barat memeluk agama Islam (57,6%), Katolik (24,1%), Protestan (10%), Buddha (6,4%), Hindu (0,2%), lain-lain (1,7%).

Pendidikan

Perguruan Tinggi/Universitas yang ada di Kalimantan Barat antara lain:
  1. Universitas Tanjungpura
  2. Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Keuskupan Agung Pontianak (STP St. Agustinus KAP)
  3. Politeknik Negeri Pontianak
  4. STIPER Panca Bhakti Pontianak
  5. STAIN Pontianak
  6. STMIK Pontianak
  7. Politeknik Kesehatan
  8. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Pontianak
  9. Universitas Muhammadiyah
  10. ASMI Pontianak
  11. ABA Pontianak
  12. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma
  13. Akademi Sekretari dan Manajemen Widya Dharma
  14. Akademi Bahasa Asing Widya Dharma
  15. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Widya Dharma
  16. Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ)
  17. STIE Pontianak
  18. Universitas Panca Bakti
  19. STIH Singkawang
  20. Universitas Kapuas, Sintang
  21. Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka
  22. STKIP PGRI Pontianak
  23. AMIK Bina Sarana Informatika Pontianak
  24. STKIP Singkawang
  25. Sekolah Tinggi Theologia (STT) Berea, Ansang, Kabupaten Landak
  26. Sekolah Tinggi Theologia Pontianak (STTP), Pontianak
  27. Sekolah Tinggi Theologia Kalimantan (STK), Pontianak
  28. Sekolah Tinggi Theologia Eklesia (STT Eklesia), Pontianak
  29. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah (STIK Muhammadiyah) Pontianak
  30. Akademi Manajemen Komputer dan Informatika (AMKI) Ketapang
  31. Politeknik Ketapang

Batas wilayah

Provinsi Kalimantan Barat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara Sarawak, Malaysia Timur
Selatan Laut Jawa
Barat Laut Natuna, Selat Karimata dan Semenanjung Malaysia
Timur Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah

Pemerintahan

Ibu kota Kalimantan Barat adalah kota Pontianak.

Kabupaten dan Kota

No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Bengkayang Bengkayang
2 Kabupaten Kapuas Hulu Putussibau
3 Kabupaten Kayong Utara Sukadana
4 Kabupaten Ketapang Ketapang
5 Kabupaten Kubu Raya Sungai Raya
6 Kabupaten Landak Ngabang
7 Kabupaten Melawi Nanga Pinoh
8 Kabupaten Pontianak Mempawah
9 Kabupaten Sambas Sambas
10 Kabupaten Sanggau Sanggau
11 Kabupaten Sekadau Sekadau
12 Kabupaten Sintang Sintang
13 Kota Pontianak -
14 Kota Singkawang -

Daftar gubernur

No Foto Nama Mulai Jabatan Akhir Jabatan Keterangan
1.
Adji Pangeran Afloes 1957 1958 Penjabat Gubernur
2.
Djenal Asikin Judadibrata 1958 1959
3. Oevaang Oeray.jpg Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray 1960 1966
4.
Soemardi, Bc.H.K. 1967 1972
5.
Kol. Kadarusno 1972 1977
6.
H. Soedjiman 1977 1987
7.
Brigjend. TNI (Purn.) H. Parjoko Suryokusumo 1987 1993
8.
Mayjend. TNI (Purn.) H. Aspar Aswin 1993 13 Januari 2003
9. Usman jafar.jpg H. Usman Ja'far 13 Januari 2003 14 Januari 2008
10. Drs Cornelis.jpg Drs. Cornelis, M.H. 14 Januari 2008 sekarang

Perekonomian

Pertanian & Perkebunan

Kalimantan Barat memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Hasil pertanian Kalimantan Barat diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan hasil perkebunan diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, lidah buaya dan lain-lain. Kebun kelapa sawit sampai Oktober 2010 sudah mencapai 592,000 ha. Kebun-kebun tersebut sebagian dibangun di hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan. Kebun-kebun sawit menguntungkan pengusaha dan penguasa. Para petani peserta menderita sengsara. Pendapatan petani sawit binaan PTPN XIII hanya 6,6 ons beras per hari/orang. Sedangkan pengelolaan kebun dengan pola kemitraan hanya memberi 3,3 ons beras per hari/orang. Kondisi ini lebih buruk dari tanaman paksa (kultuurstelsel) zaman Hindia Belanda.

Seni dan Budaya

Tarian Tradisional

Tari Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau yang pada masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur pada masa lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan tamu/pahlawan.
Tari Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu Raya, Mempawah, Landak yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya diajak untuk menari bersama.
Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik tradisional masyarakat Dayak Kabupaten sanggau kapuas, kadang kala kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya. kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.
Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang prima akan cepat kelelahan.
Tari Zapin pada masyarakat Melayu kalimantan Barat, Merupakan suatu tari pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.

Alat Musik Tradisional

Gong/Agukng, Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.
Tawaq (sejenis Kempul) merupakan alat musik untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak secara umum. Bahasa Dayak Uut Danum menyebutnya Kotavak.
Sapek merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya Konyahpik (bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek.
Balikan/Kurating merupakan alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak Ibanik, Dayak Banuaka".
Kangkuang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka Kapuas Hulu.
Keledik/Kedire merupakan alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan dengan cara ditiup dan dihisap, terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek.
Entebong merupakan alat musik Pukul sejenis Gendang yang banyak terdapat di kelompok Dayak Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.
Rabab/Rebab, yaitu alat musik gesek, terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong, yaitu alat musik tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah tanaman liar di hutan seperti pohon enau. Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat dari kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus satu set.
Terah Umat (pada Dayak Uut Danum) merupakan alat musik ketuk seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka di sebut Terah Umat.

Senjata Tradisional

  • Mandau (Ahpang: sebutan Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang memiliki keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Pada suku Dayak Uut Danum hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir, sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.
  • Keris
  • Tumbak
  • Sumpit (Sohpot: sebutan Uut Danum)
  • Senapang Lantak
  • Duhung (Uut Danum)
  • Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam (Uut Danum)
  • Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu (Uut Danum)

Sastra lisan

Beberapan sastra lisan yang ada di daerah ini antara lain:
  • Bekana merupakan cerita orang tua masa lalu yang menceritakan dunia khayangan atau Orang Menua Pangau (dewa-dewi) dalam mitologi Dayak Ibanik: Iban , Mualang, Kantuk, Desa dan lain-lain.
  • Bejandeh merupakan sejenis bekana tapi objek ceritanya beda.
  • Nyangahatn, yaitu doa tua pada masyarakat Dayak Kanayatn.
Pada suku Dayak Uut Danum, sastra lisannya terdiri dari Kollimoi (zaman kedua), Tahtum (zaman ketiga), Parung, Kandan dan Kendau. Pada zaman tertua atau pertama adalah kejadian alam semesta dan umat manusia. Pada sastra lisan zaman kedua ini adalah tentang kehidupan manusia Uut Danum di langit. Pada zaman ketiga adalah tentang cerita kepahlawanan dan pengayauan suku dayak Uut Danum ketika sudah berada di bumi, misalnya bagaimana mereka mengayau sepanjang sungai Kapuas sampai penduduknya tidak tersisa sehingga dinamakan Kopuas Buhang (Kapuas yang kosong atau penghuninya habis) lalu mereka mencari sasaran ke bagian lain pulau Kalimantan yaitu ke arah kalimantan Tengah dan Timur dan membawa nama-nama daerah di Kalimantan Barat, sehingga itulah mengapa di Kalimantan Tengah juga ada sungai bernama sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Tahtum ini jika dilantunkan sesuai aslinya bisa mencapai belasan malam untuk satu episode, sementara Tahtum ini terdiri dari ratusan episode. Parung adalahsastra lisan sewaktu ada pesta adat atau perkawinan. Kandan adalah bahasa bersastra paling tinggi dikalangan kelompok suku Uut Danum (Dohoi, Soravai, Pangin, Siang, Murung dan lain-lain)yang biasa digunakan untuk menceritakan Kolimoi, Parung, Mohpash dan lain-lain. Orang yang mempelajari bahasa Kandan ini harus membayar kepada gurunya. Sekarang bahasa ini sudah hampir punah dan hanya dikuasai oleh orang-orang tua. Sementara Kendau adalah bahasa sastra untuk mengolok-olok atau bergurau.

Tenun

Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, diantaranya:
  • Tenun Daerah Sambas
  • Tenun Belitang daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
  • Tenun Ensaid Panjang Kabupaten Sintang
  • Tenun Kapuas Hulu

Kerajinan Tangan

Berbagai macam kerajinan tangan dapat diperoleh dari daerah ini, misalnya:
  • Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang.
  • Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
  • Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
  • Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.

Kue Tradisional

Kue-kue tradisional banyak dijumpai di tempat ini, misalnya:
  • Lemang, terbuat dari pulut di masukan ke dalam bambu, merupakan makanan tradisional masyarakat masa lampau yang kini masih dilestarikan.
  • Lemper, terbuat dari pulut yang di isi daging/kacang terdapat didaerah Purun merupakan makanan tradisional
  • Lepat, terbuat dari tepung yang di dalamnya di masukan pisang.
  • Jimut, kue tradisional pada masyarakat Dayak Mualang daerah Belitang Kabupaten Sekadau yang terbuat dari tepung yang dibentuk bulatan sebesar bola pimpong.
  • Lulun, sejenis lepat, yamg isimya gula merah, terdapat di daerah Belitang kab sekadau
  • Lempok, Dodol yang dibuat dari Durian
  • Tumpi', terdapat pada masyarakat Dayak kanayatn, yang terbuat dari bahan tepung.
  • Tehpung, kue tradisional pada dayak Uut Danum, terbuat dari beras pulut yang ditumbuk halus dan digoreng. Kue ini biasanya di buat pada acara adat, bentuknya ada yang seperti perahu, gong dan lain-lain.
  • kue lapis berbagai macam serta kue keranjang dari tionghoa

Masakan dan makanan Tradisional

Kuliner yang bisa kita dapatkan dari daerah ini adalah:
  • Masakan Asam Pedas di daerah Pontianak
  • Masakan Bubur Pedas di daerah Sambas
  • Kerupok basah, merupakan makanan khas Kapuas Hulu
  • Ale-ale, merupakan makanan khas Ketapang
  • Pansoh, yaitu masakan daging di dalam bambu pada masyarakat Dayak.
  • Mie Tiau, merupakan masakan khas Tionghoa Pontianak yang terdapat di kota Pontianak
  • Nasi Ayam dan Mie Pangsit, merupakan masakan khas penduduk Tionghoa Singkawang dan sekitarnya

Tarian Suku asli Kalimantan DAYAK



Asal Usul

seni tari Dayak adalah: kesenian tari tradisional masyarakat dayak yang berhubungan dengan latar belakang budaya yang masih terpelihara di antara sub suku bangsa Dayak secara umum.
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.

Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.

Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.

Kalimantan Tengah mempunyai problem etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb. Sedangkan agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.

Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang pada masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka.

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.

Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh([[Dayak Mali]]) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) pada masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam(karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara lainnya.

Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan.

Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang mereka segani.

Berdasarkan wilayah penyebaran di Kalimantan Barat

Bangsa Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub ethnik yang tersebar diseluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan Ethno Linguistik dan cirri cultural gerak tari Dayak di Kalimantan Barat menjadi 4 kelompok besar, 1 kelompok kecil yakni:

* Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.mempunyai gerak tari, enerjik, stakato, keras.
* Ribunic / Jangkang Grop/ Bidoih / Bidayuh : Dayak Ribun, Pandu, Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, mempunyai ciri gerak tangan membuka, tidak kasar dan halus.
* Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan), Kabupaten Sanggau / malenggang dan sekitarnya (perbatasan) Kabupaten Sekadau (Belitang Hilir, Tengah, Hulu) Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam. mempunyai ciri gerak pinggul yang dominan, tidak keras dan tidak terlalu halus.
* Banuaka" Grop : Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.ciri gerak mirip kelompok ibanic, tetapi sedikit lebih halus.
* Kayaanik, punan, bukat dll.

Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah besar groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan gerak tarinya, karena menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil. Misalnya Dayak Mali / ayek-ayek, terdapat dialur jalan tayan kearah kab. ketapang. kemudian Dayak Kabupaten Ketapang,Daerah simpakng seperti Dayak Samanakng dan Dayak Kualan, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong, Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.

Kemudian Dayak daerah Kabupaten Sambas, yaitu Dameo / Damea, Sungkung daerah Sambas dan Kabupaten Bengkayang dan sebagainya. Kemudian daerah Kabupaten Sekadau kearah Nanga Mahap dan Nanga Taman, Jawan, Jawai, Benawas, Kematu dan lain-lain. Kemudian Kabupaten Melawi, yaitu: dayak Keninjal(mayoritas tanah pinoh;antara lain desa ribang rabing, ribang semalan, madya raya, rompam, ulakmuid, maris dll)dayak Kebahan (antara lain desa:poring,nusa kenyikap, Kayu Bunga, dll yang memiliki tari alu dan tari belonok kelenang yang hampir punah), dayak Linoh (antara lain desa:Nanga taum,sebagian ulak muid, mahikam dll), dayak pangen (Jongkong, sebagian desa balaiagas dll), dayak kubing (antara lain desa sungai bakah/sungai mangat,nyanggai,nanga raya dll),dayak limai (antara lain desa tanjung beringin,tain, menukung, ela dll), dayak undau, dayak punan, dayak ranokh/anokh (antara lain sebagian di desa batu buil, sungai raya dll), dayak sebruang (antara lain didesa tanjung rimba, piawas dll),dayak Ot Danum ( masuk kelompok kal-teng), Leboyan.

Latar belakang Tari Dayak Ajat Temuai Datai

"Ajat Temuai Datai" diangkat dari bahasa Dayak Mualang (Ibanic Group), yang tidak dapat diartikan secara langsung, karna terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya Ajat adalah Persembahan / Permohonan dengan menggelar ritual atau Upacara adat, kemudian Temuai artinya: tamu, Datai artinya: Datang. Jika disesuaikan dengan maksud tarian yaitu: Tari yang didalamnya terdapat Upacara Adat dalam prosesi menyambut tamu atau Tari Menyambut tamu. bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan / masa lampau, di antara kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me dan Ngayau. Me berarti melakukan aksi, Ngayau: pemenggalan kepala musuh, tindakan memenggal kepala musuh ( Mengayau terdapat dalam bahasa Dayak Iban dan Ibanik, juga pada masyarakat Dayak pada umumnya ). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya ( mengayau terdiri dari berbagai macam adatnya di antaranya Kayau banyau / ramai / serang, Kayau Anak yaitu: Mengayau dalam kelompok kecil, Kayau Beguyap yaitu: Mengayau tidak lebih dari tiga orang. Pada masyarakat Dayak Mualang dimasa lampau para pahlawan yang pulang dari pengayauan dan membawa bukti hasil Kayau  berupa kepala manusia ( musuh ), merupakan tamu yang diagungkan serta dianggap sebagai seorang yang mampu menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Oleh sebab itu diadakanlah upacara “Ajat Temuai Datai”. Masyarakat Dayak percaya bahwa pada kepala seseorang menyimpan suatu semangat ataupun kekuatan jiwa yang dapat melindungi si empunya dan sukunya. Menurut J, U. Lontaan (Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat 1974), ada empat tujuan dalam mengayau yakni: untuk melindungi pertanian, untuk mendapatkan tambahan daya jiwa, untuk balas dendam, dan sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan. Setelah mendapatkan hasil dari mengayau, para pahlawan tidak boleh memasuki wilayah kampungnya, tetapi dengan cara memberikan tanda dalam bahasa Dayak Mualang disebut Nyelaing (teriakan khas Dayak) yang berbunyi Heeih !, sebanyak tujuh kali yang berarti pahlawan pulang dan menang dalam pengayauan dan memperoleh kepala lawan yang masih segar. Jika teriakan tersebut hanya tiga kali berarti para pahlawan menang dalam berperang atau mengayau tetapi jatuh korban dipihaknya. Jika hanya sekali berarti para pahlawan tidak mendapatkan apa-apa dan tidak diadakan penyambutan khusus. Setelah memberikan tanda nyelaing, para pengayau mengirimkan utusan untuk menemui pimpinan ataupun kepala sukunya agar mempersiapkan acara penyambutan. Proses penyambutan ini, melalui empat babak yakni: 1. Ngunsai Beras ( menghamburkan beberapa beras di depan para Bujang Berani / Ksatria / Pahlawan, sambil membacakan doa melalui perantaraan Sengalang Burong ), 2. Mancong Buloh yaitu; Menebaskan Mandau / Nyabor untuk memutuskan bambu yang sengaja dilintangkan atau di empang di pintu masuk wilayah rumah panjai. 3 Ngajat Ngiring Temuai: menari mengiringi tamu ataupun memandu tamu sampai kedepan tangga naik Rumah Panjai ( rumah panggung yang panjang ) proses ngiring temuai ini dilakukan dengan cara menari dan tarian ini dinamakan Ngajat Ngiring Temuai. 4. Tama’ Bilik (memasuki rumah panjai) atau masuk ke tempat tertentu setelah merendam kakinya pada sebuah batu di dalam sebuah wadah sebagai simbol pencelap semengat , setelah melalui prosesi babak diatas, maka tamu diijinkan naik ke rumah panjang dengan maksud menyucikan diri dalam upacara yang disebut Mulai Semengat ( mengembalikan semangat perang ), kemudian baru diadakan Gawai pala' acara ini untuk menghormati kepala hasil kayau, dan dalam acara ini terdapat beberapa tarian yang disebut: Tari Ayun Pala, Tari Pedang dll. Adapun Nama-nama beberapa Panglima / Tuwak Dayak Mualang masa lalu yaitu: Tuwak Biau Balau ( pemimpin Kayau ), Tuwak Pangkar Begili ( Tidak Pernah Mund